Lomba Bagi Pendidikan Anak Usia Dini. Perlukah?
Lomba atau kompetisi yang ditujukan untuk pendidikan anak usia dini memang marak di masyarakat kita dewasa ini. Dari mulai lomba foto Balita, lomba menggambar dan mewarnai, lomba nyanyi dan menari, dan masih banyak lagi. Sehubungan dengan ini, ada beberapa temuan hasil penelitian yang dapat dijadikan rujukan.
Seorang pakar dari Amerika Serikat, Lilian Katz, PhD, mantan presiden National Association for the Education of Young Children (NAEYC), mengatakan bahwa pendidikan di Barat justru sudah lama meninggalkan cara-cara kompetisi yang cenderung membuat anak egois.
Menurutnya, Barat kini belajar dari Timur yang lebih mengedepankan dan menumbuhkan sifat gotong-royong dan kerjasama positif. Tapi kemudian mereka menjadi kaget karena di Timur – khususnya Indonesia - yang terjadi malah sebaliknya meninggalkan gotong-royong dan menggalakan beraneka lomba.
Sehubungan dengan pendidikan anak usia dini ini, Dr Pamela Phelps, Direktur Creative School Florida, sangat tidak menganjurkan lomba di anak usia dini. Menurutnya, dunia menjadi sangat kompetitif karena lomba diajarkan sejak dini. Padahal, untuk menjaga keberlangsungan dunia diperlukan sifat kerjasama saling mendukung dan melindungi, bukan dengan saling mengalahkan. Banyak dampak buruk dari perlombaan untuk anak usia dini. Hanya sedikit anak yang mendapat predikat juara dan merasa hebat, namun mematikan sebagian besar anak lainnya. Anak bisa kehilangan rasa percaya diri, merasa tidak mampu, dan kemungkinan ia memiliki kosep diri yang negatif.
Ada banyak area yang harus dibangun pada diri anak, baik itu kognisi, bahasa, sosial, afeksi, fisik, estetika, matematika, dan spasial. Setiap anak berbeda pada bagian mana yang paling menonjol. Jika anak danggap hebat atau diberi bintang hanya untuk area tertentu, sangatlah tidak mewakili. Penting bagi anak, untuk merasa mampu dalam banyak hal. Hal itu akan menentukan kesuksesannya di masa datang. Jangan sampai banyak potensi yang terpangkas hanya karena lomba-lomba sederhana yang ia ikuti hanya dengan dalih kebutuhan pendidikan anak usia dini.
Source : Content Team
Seorang pakar dari Amerika Serikat, Lilian Katz, PhD, mantan presiden National Association for the Education of Young Children (NAEYC), mengatakan bahwa pendidikan di Barat justru sudah lama meninggalkan cara-cara kompetisi yang cenderung membuat anak egois.
Menurutnya, Barat kini belajar dari Timur yang lebih mengedepankan dan menumbuhkan sifat gotong-royong dan kerjasama positif. Tapi kemudian mereka menjadi kaget karena di Timur – khususnya Indonesia - yang terjadi malah sebaliknya meninggalkan gotong-royong dan menggalakan beraneka lomba.
Sehubungan dengan pendidikan anak usia dini ini, Dr Pamela Phelps, Direktur Creative School Florida, sangat tidak menganjurkan lomba di anak usia dini. Menurutnya, dunia menjadi sangat kompetitif karena lomba diajarkan sejak dini. Padahal, untuk menjaga keberlangsungan dunia diperlukan sifat kerjasama saling mendukung dan melindungi, bukan dengan saling mengalahkan. Banyak dampak buruk dari perlombaan untuk anak usia dini. Hanya sedikit anak yang mendapat predikat juara dan merasa hebat, namun mematikan sebagian besar anak lainnya. Anak bisa kehilangan rasa percaya diri, merasa tidak mampu, dan kemungkinan ia memiliki kosep diri yang negatif.
Ada banyak area yang harus dibangun pada diri anak, baik itu kognisi, bahasa, sosial, afeksi, fisik, estetika, matematika, dan spasial. Setiap anak berbeda pada bagian mana yang paling menonjol. Jika anak danggap hebat atau diberi bintang hanya untuk area tertentu, sangatlah tidak mewakili. Penting bagi anak, untuk merasa mampu dalam banyak hal. Hal itu akan menentukan kesuksesannya di masa datang. Jangan sampai banyak potensi yang terpangkas hanya karena lomba-lomba sederhana yang ia ikuti hanya dengan dalih kebutuhan pendidikan anak usia dini.
Source : Content Team